1. Kerajaan Kutai
Kutai Martapura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Pusat Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Informasi nama Martapura diperoleh dari kitab Salasilah Raja dalam Negeri Kutai Kertanegara yang menceritakan pasukan Kerajaan Kutai Kertanegara dari Kutai Lama menyerang ibu kota kerajaan ini.
Informasi yang ada diperoleh dari Prasasti Yupa dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para brahman atas kedermawanan raja Mulawarman. Dalam agama hindu sapi tidak disembelih seperti kurban yang dilakukan umat islam. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana. Dapat diketahui bahwa menurut Buku Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang diterbitkan oleh Balai Pustaka.
Hanya ada lima nama raja yang tercatat dalam sumber sejarah, yakni 3 orang di Prasasti Yupa beraksara Pallawa dan 2 orang dalam kitab Salasilah Raja dalam Negeri Kutai Kertanegara beraksara Arab Melayu.
1.Maharaja Kundungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
2.Maharaja Asmawarman (anak Kundungga)
3.Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
4.Maharaja Indera Mulia (abad ke-14)
5.Maharaja Dermasatia (penutup dinasti awal abad ke-17
Kerajaan Kutai Martapura berakhir saat rajanya yang bernama Maharaja Dermasatia terbunuh dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kertanegara ke-8, Pangeran Sinum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martapura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kertanegara yang saat itu ibu kota di Kutai Lama.Kutai Kartanegara inilah, pada tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kertanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam. Sejak tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
2.Kerajaan Tarumanegara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan dia memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Prasasti yang ditemukan :
- Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern, 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor.
- Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
- Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiyang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
- Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
- Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
- Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
- Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.
3. Kerajaan Kalingga (Holing)
Kerajan Kalingga adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang pertama muncul di pantai utara Jawa Tengah pada abad ke-6 Masehi, dan bersama dengan Kerajaan Kutai dan Tarumanagara.Sejarah kerajaan ini diketahui dari sumber catatan sejarah manuskrip, prasasti, cerita rakyat setempat, dan kronik sejarah Tiongkok. Ratu Shima merupakan ratu yang memimpin Kerajaan Kalingga. Catatan dari Tiongkok menjelaskan kalau sejak 674 hingga 732 Masehi, rakyat Kalingga diperintah oleh Ratu Shima.
Ratu ini dikenal sangat adil dan bijaksana. Karena itu kondisi kerajaan ini sangat tentram dan aman. Hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Seperti akan memotong tangan seseorang yang terbukti sudah mencuri. Rakyatnya dikenal sangat pandai dalam membuat bunga kelapa dan minuman keras. Komoditi kerajaan ini adalah gading gajah, cula badak, kulit penyu, perak dan emas.
Bisa dikatakan catatan sejarah terkait Kerajaan Kalingga sangat terbatas. Catatan sejarah pengembara dari zaman Dinasti Tang dan I-Tsing menjadi rujukan utamanya. Dia mengatakan bahwa ada pendeta Budha Hwining pada 664 yang tinggal selama tiga tahun yang bersama pendeta kerajaan Holing, Janabadra yang menterjemahkan kitab suci Budha Hinayana.
Sayangnya, masa kejayaan Kerajaan Kalingga tidak berlangsung lama. Sejak Ratu Shima meninggal dunia dan tahtanya dimiliki keturunannya, mulailah terjadi tanda-tanda kehancuran. Puncaknya kala terjadi serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Jalur perniagaannya direbut, dan rakyat Kalingga harus mengungsi ke pedalaman Pulau Jawa.
4. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatra dan banyak memberi pengaruh di Nusantara. Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang bercorak Buddha di Nusantara. Kerajaan Sriwijaya diperkirakan berdiri pada abad ke-7 oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga dan menjadi raja pertama. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan", maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang".
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok dari Dinasti Tang, I-Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Ia singgah di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta selama enam bulan. Ia juga mengatakan bahwa Sriwijaya merupakan sebuah kota benteng dan dihuni kurang lebih 1.000 orang biksu dan mereka belajar dibawah pimpinan biksu terkenal bernama Sakyakirti. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya pada sekitar abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Pada tahun 856 masehi. Balaputra dewa dan dinasti Sailendra, Jawa Tengah, naik tahta kerajaan Sriwijaya. Pada masa itu banyak orang Sriwijaya belajar ilmu pengetahuan di luar negeri, terutama di perguruan tinggi Nalanda di Benggala, India. Atas bantuan Raja Dewapaladewa dari Kerajaan Pala di Benggala. Balaputradewa mendirikan sebuah asrama siswa Sriwijaya di Nalanda. Usaha Balaputradewa ini termaktub dalam prasasti Nalanda bertahun 860 Masehi.
Kerajaan Sriwijaya berlangsung hingga permulaan abad ke-11. Setelah itu Sriwijaya mundur. Kemunduran kerajaan ini disebabkan tidak ada raja yang cakap memerintah dari serbuan raja Rajendra Coladewa dari Kerajaan Colamandala di India Selatan. Kekuasaan Sriwijaya semakin surut ketika Kerajaan Kediri dari Jawa Timur meluaskan kekuasaanya.
Faktor- yang mendorong Sriwijaya muncul menjadi kerajaan besar adalah sebagai berikut.
- Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan.
- Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.
- Runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan kesempatan kepada Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim menggantikan Funan.
- Sriwijaya mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.
- Pada tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, soerang dari dinasti Cholda di Koromande, India Selatan. Dari dua serangan tersebut membuat luluh lantah armada perang Sriwijaya dan membuat perdagangan di wilayah Asia-tenggara jatuh pada Raja Chola. Namun Kerajaan Sriwijaya masih berdiri.
- Melemahnya kekuatan militer Sriwijaya, membuat beberapa daerah taklukannya melepaskan diri sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
- Melemahnya Sriwijaya juga diakibatkan oleh faktor ekonomi. Para pedagang yang melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang karena daerha-daerah strategis yang dulu merupakan daerah taklukan Sriwijaya jatuh ke tangan raja-raja sekitarnya.
- Munculnya kerajaan-kerajaan yang kuat seperti Dharmasraya yang sampai menguasai Sriwijaya seutuhnya serta Kerajaan Singhasari yang tercatat melakukan sebuah ekspedisi yang bernama ekspedisi Pamalayu.
Kerajaan Mataram Kuno adalah sebuah kerajaan Hindu yang berdiri di wilayah Jawa Tengah, tempatnya dikelilingi oleh gunung-gunung yang cukup banyak. Catatan awal kedatuan Medang ada dalam prasasti Canggal (732), ditemukan di dalam kompleks Candi Gunung Wukir di dusun Canggal, barat daya kabupaten Magelang. Prasasti ini, ditulis dalam bahasa Sanskerta menggunakan aksara Pallawa, menceritakan tentang pendirian Siwalingga (lambang Siwa) di bukit di daerah Kuñjarakuñjadeça (Kunjarakunja), yang terletak di pulau bernama Yawadwipa (Jawa) yang diberkahi dengan banyak beras dan emas. Pembentukan lingga berada di bawah perintah Sanjaya. Prasasti ini menceritakan bahwa di Yawadwipa dahulu diperintah oleh raja Sanna, yang bijaksana, adil dalam tindakannya, perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada rakyatnya.
Setelah mangkatnya Sannanegara berkabung, jatuh dalam perpecahan. Pengganti raja Sanna yaitu putra saudara perempuannya Sannaha bernama Sanjaya. Dia menaklukkan daerah-daerah di sekitar kerajaannya, dan pemerintahannya yang bijak memberkati tanahnya dengan kedamaian dan kemakmuran bagi semua rakyatnya.
Pada prasasti Taji dan prasasti Timbangan Wungkal ditemukan istilah Sanjayawarsa (Kalender Sanjaya), disebutkan dalam prasasti tersebut bahwa tahun 1 Sanjaya sama dengan tahun 717 Masehi. Tidak diketahui dengan pasti apakah tahun 717 M ini merupakan tahun kelahiran Sanjaya, atau tahun berdirinya kedatuan. Menurut prasasti Canggal, Sanjaya mendirikan kedatuan baru di tengah pulau Jawa bagian selatan. Namun tampaknya itu merupakan kelanjutan dari pemerintahan sebelumnya yang diperintah oleh Sanna.
Sekitar tahun 929 M, pusat kedatuan dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok, yang mendirikan wangsa Isyana. Penyebab pasti dari perpindahan ini masih belum pasti. Sejarawan telah mengusulkan berbagai kemungkinan penyebab; dari bencana alam, wabah epidemi, politik dan perebutan kekuasaan, hingga motif keagamaan atau ekonomi.
Menurut teori van Bemmelen, yang didukung oleh Prof. Boechari, perpindahan tersebut disebabkan letusan gunung Merapi yang parah. Sejarawan berpendapat bahwa, beberapa waktu pada masa pemerintahan Dyah Wawa dari Mataram (924-929), gunung Merapi meletus dan menghancurkan ibu kota Medang di Mataram. Letusan gunung Merapi yang besar dan bersejarah ini dikenal sebagai Pralaya Mataram (bencana Mataram). Bukti letusan ini dapat dilihat di beberapa candi yang hampir terkubur di bawah abu Merapi dan puing-puing Merapi, seperti candi Sambisari, candi Morangan, candi Kedulan, candi Kadisoka, dan candi Kimpulan.
Daftar Pustaka :
Cryptowi.com
Pendidikanmu.com
Romadecade.org
Wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar