Untuk tugas mata kuliah : Pengembangan Kurikulum Sejarah
Dosen Pengampu : Dr. Leo Agung, M.Pd.
Oleh :
MARZUKI NYAMAT
(S861808008)
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
PROGRAM STUDI S-2 PENDIDIKAN SEJARAH
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
A.
Latar Belakang perubahan Kurikulum KTSP ke Kurikulum
2013.
Jawab :
Hal yang sangat menarik untuk dicermati
bahwa pada awal abad ke-21 ini, hanya dalam rentang waktu kurang dari 10 tahun,
pemerintah Indonesia telah melahirkan sedikitnya dua kurikulum. Pertama,
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, kedua Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Artinya hanya selang dua tahun saja, kurikulum
yang menjadi pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan telah berubah. Pada abad 20-an kurikulum berganti
menyesuaikan perkembangan zaman, biasanya setiap rentang waktu sepuluh tahun.
Namun pada abad ke-21 seperti telah disebutkan, belum genap lima tahun
pemerintah sudah melahirkan dua kurikulum. Tujuh tahun kemudian pemerintah
menggagas kurikulum baru, yang kini dinamakan kurikulum 2013 (Ruliansyah Anwar,
2014: 97).
Pemerintah menetapkan bahwa penerapan
kurikulum 2013 akan dimulai pada awal tahun ajaran 2013-2014 yang diberlakukan
secara bertahap pada tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK. Pada tahun pertama akan
diterapkan untuk murid kelas satu dan kelas empat SD serta kelas satu SMP dan
SMA. Selanjutnya, pada tahun kedua akan diberlakukan kepada kelas dua dan kelas
lima SD serta kelas dua SMP dan SMA. Kemudian pada tahun ketiga akan
diberilakukan kepada kelas empat dan kelas enam SD serta kelas tiga SMP dan
SMA. Inti dari kurikulum 2013 adalah pada upaya penyederhanaan, dan
tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap
dalam menghadapi masa depan. Oleh karena itu, kurikulum disusun untuk
mengantisipasi perkembangan masa depan.
Penyusunan kurikulum 2013 pada dasarnya
menitikberatkan pada penyederhanaan, tematik-integratif, dan mengacu pada
kurikulum 2006. Beberapa permasalahan di antaranya: (i) konten kurikulum yang
masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak
materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan
usia anak; (ii) belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan
fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (iii) kompetensi belum menggambarkan
secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa
kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya
pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills
dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (iv)
belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat
lokal, nasional, maupun global; (v) standar proses pembelajaran belum
menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang
penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat
pada guru; (vi) standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis
kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi
secara berkala; dan (vii) dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih
rinci agar tidak menimbulkan multitafsir.Dengan demikian yang mendasari
dikembangkannya kurikulum 2013, selain untuk memberi jawaban terhadap beberapa
permasalahan yang melekat pada kurikulum 2006, adalah kurikulum 2013 juga
bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa mampu lebih baik dalam
melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan
(mempresentasikan) yang diperoleh atau diketahui setelah siswa menerima materi
pembelajaran. Selain itu, menurut Mendikbud bahwasanya pada dasarnya zaman
selalu berubah. Oleh karena itu kurikulum pendidikan harus pula disesuaikan dengan
perubahan dan tuntutan zaman. Saat ini yang dituntut adalah kurikulum yang
lebih berbasis pada penguatan penalaran, bukan lagi hapalan semata. Hal
tersebut menunjukkan tentang kesenjangan kurikulum yang ada pada konsep
kurikulum saat ini dengan konsep ideal yang diinginkan. Kurikulum 2013 yang
dikembangkan saat ini mengarah ke konsep ideal dimaksud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012).
Penyusunan
kurikulum 2013 didasarkan pada tiga aspek yang merupakan landasan pengembangan
kurikulum, yaitu aspek filosofis, aspek yuridis, dan aspek konseptual. Aspek
filosofis memaknai bahwa pendidikan berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai
akademik, serta kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Selain itu, kurikulum
berorientasi pada pengembangan kompetensi. Aspek konseptual berarti kurikulum
memiliki relevansi, modelnya berbasis kompetensi, tidak hanya merupakan sekadar
dokumen, dan proses pembelajarannya mencakup aktivitas belajar serta output dan
outcome belajar, serta kesesuaian teknik penilaian dengan kompetensi
penjenjangan penilaian. Aspek yuridis terkait dengan RPJMN 2010-2014 Sektor
Pendidikan, dan Inpres nomor 1 tahun 2010. Selain dari hal yang telah
dikemukakan, ada beberapa hal lain yang mendasari pengembangan kurikulum 2013.
Tantangan masa depan yang harus dihadapi dan tidak bisa dihindari, kemampuan
atau kompetensi yang harus dimiliki siswa pada masa depan, fenomena negatif
yang akhir-akhir ini terus mengemuka, dan persepsi masyarakat terhadap
keberadaan kurikulum yang diberlalukan saat ini merupakan hal-hal yang menjadi
pertimbangan disusunnya kurikulum 2013 (Ruliansyah
Anwar, 2014: 98-99).
B. Kelebihan KTSP sesuai konteks
jamannya.
Jawab
:
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan model kurikulum yang dikeluarkanoleh
pemerintah sebagai penyempurnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum
inilahir seturut dengan tuntutan perkembangan yang menghendaki desentralisasi,
otonomi, fleksibilitas, dan keluwesan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pengalaman selama ini dengansistem pendidikan yang sentralistik telah
menimbulkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadappusat sehingga
kemandirian dan kreativitas sekolah tidak tumbuh. Dalam pada itu pendidikan
puncenderung mencerabut siswa-siswi dari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu
dibutuhkanpendekatan baru berupa desentralisasi yang ditandai dengan pemberian
kewenangan kepadasekolah untuk mengelolah sekolah (Fedrik A. Kande, 2008: 79).
Menurut Slamet (2005:3):
“Desentralisasi pendidikan bertujuan
untuk meningkatkan mutu layanan dan kinerja
pendidikan, baik pemerataan, kualitas, relevansi, dan efisiensi
pendidikan. Selain itu desentralisai juga dimaksudkan untuk mengurangi beban
pemerintah pusat yang berlebihan,
mengurangi kemacetan-kemacetan jalur-jalur komunikasi, meningkatkan
(kemandirian, demokrasi, daya tanggap, akuntabilitas, kreativitas, inovasi, prakarsa), dan meningkatkan pemberdayaan dalam
pengelolaan dan kepemimpinan pendidikan”
Mengacu kepada pendapat Slamet,
ada dua kepentingan besar dari desentralisasi pendidikan, pertama, untuk meningkatkan kinerja pendidikan. Kedua, mengurangi beban pusat, sebab
dikhawatirkan jika pusat terus dibebani tanggung jawab pengelolaan pendidikan,
maka mutu pendidikan akan terus melorot.
Menurut Abdul Kadir
(2001:1) ada dua isu besar yang mengiringi pelaksanaan otonomi pendidikan,
yakni dimulainya masa transisi desentralisasi pengelolaan pendidikan dan
kecenderungan merosotnya hasil pembangunan pendidikan yang selama ini dicapai.
Menurut Suyanto (2001)
sebagaimana dikutip oleh Abdul Kadir:
“Bahwa salah satu cara yang dapat ditempuh
adalah diberlakukannya manajemen pendidikan berbasis pada sekolah
(school based education) dan model perencanaan dari bawah (bottom
up planning). Mengenai
kecenderungan merosotnya pencapaian hasil pendidikan selama
ini, langkah antisipatif yang
perlu ditempuh adalah mengupayakan
peningkatan partisipasi masyarakat terhadap dunia
pendidikan, peningkatan kualitas
dan relevansi pendidikan, serta perbaikan manajemen di setiap jenjang,
jalur, dan jenis pendidikan”.
Salah
satu komponen yang didesentralisasi melalui penerapan School Based Management adalah pengelolaan kurikulum.
Menurut
Slamet (2005:3):
Kurikulum yang dibuat
oleh pemerintah pusat adalah kurikulum
standar yang berlaku
secara nasional. Padahal kondisi
sekolah pada umumnya
sangat beragaman. Oleh karena itu, dalam
implementasinya, sekolah dapat
mengembangkan (memperdalam, memperkaya, memodifikasi),
namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Selain itu, sekolah diberi
kebebasan untuk mengembangkan muatan kurikulum lokal.
Atas dasar inilah diperlukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai kurikulum operasional sekolah. UU No. 20
tahun 2003 bab I pasal 1 point (15), menyatakan, “KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun
oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan”. Jadi, dalam KTSP sekolah diberikan keluwesan
untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan potensi
sekolah dan daerah. Hal itulah yang merupakan
keunggulan dari KTSP di zamannya (Fedrik A. Kande, 2008:
80).
C. Realisasi K13 khususnya mapel
sejarah. Benarkah sudah diterapkan?
Jawab
:
Menurut Eko Sutarman (2014: 45), Implementasi
kurikulum 2013 dalam pembelajaran sejarah tidak telepas dari berbagai
kendala-kendala. Pertama, Buku-buku mata pelajaran K13 tersebut
diberikan langsung oleh pemerintah. Akan tetapi untuk sejarah peminatan buku
yang disediakan pemerintah sampai sekarang belum juga ada. Hal ini tentu akan
berakibat tidak baik, karena dengan tidak adanya buku pegangan yang pasti guru
dan siswa di SMA N 1 Rembang memiliki pendapat yang beraneka ragam mengenai
materi yang dibahas.
Kedua, Sarana Prasarana.Kelengkapan fasilitas di sekolah
menjadi peran penting da-lam mendukung terciptanya implementasi kurikulum
secara maksimal. Hal inilah yang men-jadi pertimbang pemerintah menerapkan kurikulum
2013 hanya di beberapa sekolah di kabupaten maupun kota. Fasilitas ini memiliki
peranan penting di kurikulum 2013, karena bisa membantu siswa untuk bisa lebih
aktif dan kreatif. Untuk alat peraga di labaoratorium IPS sudah cukup baik dan
bisa mendukung dalam proses implementasi kurikulum 2013. Fasilitas di SMA N 1
Rembang yang masih perlu adanya peningkatan adalah akses internet (wifi). Akses
internet ini sangat penting dalam proses pembelajaran, karena dengan siswa bisa
mencari dan menggali informasi dalam materi pembelajaran. Sebab, dengan belum
adanya buku tentu akses internet ini bisa menjadi solusi untuk menutupi
kekurangan yang ada.
Ketiga, Sosialisasi dan pelatihan mengenai kurikulum 2013.
Kunci sukses keberhasilan terlaksananya kurikulum 2013 adalah sosialisasi.
Sosialisasi dalam penerapan kurikulum 2013 ini sangatlah penting, karena dengan
sosialisasi ini para guru dapat mengetahui secara rinci tentang kurikulum itu
sendiri sehingga mampu menerapkannya kepada siswa nantinya. peran serta dari
berbagai pihak seperti kepala sekolah, waka kurikulum, guru, siswa, dan intra
sekolah lainn yang terlibat langsung dilapangan inilah yang mengetahui
bagaimana kurikulum itu sendiri dan kendala yang dihadapinya. Namun,
sosialisasi ini harus dilakukan secara berkala agar tercipta pemaham-an yang
mendalam dari guru tersebut, sehingga bisa tercapai secara maksimal.
Jadi untuk realisasi
penerapan kurikulum 2013 khususnya mapel sejarah banyak mendapat kendala, contohnya
di SMAN Rembang dan SMA-SMA atau
sekolah-sekolah yang terletak di daerah pelosok atau sekolah yang kurang dalam
sosialisasi kurikulum 2013.
Bagaimana
penilaian dalam kurikulum 2013, apa sudah menyeluruh?
Jawab :
Menurut Hari Setiadi (2016; 170), hasil
penilaian dapat dilihat dengan kuesioner dan Focus Group Discussion (FGD) dari
BSNP (BSNP, 2015). Data kuesioner dan FGD saling melengkapi yang di dalamnya terdapat
beberapa hal yang tidak nampak dalam FGD dapat dikaji secara mendalam dengan
basis data kuesioner, begitu pula berbagai data kuesioner dapat
diinterpretasikan lebih dalam dengan basis data FGD. Ruang lingkup yang akan
dieksplorasipada kegiatan penelitian ini adalah (1) teknik dan instrument penilaian
(mencakup kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
keterampilan); (2) mekanisme dan prosedur penilaian yang dilakukan oleh
pendidik dan satuan pendidikan; (3) pelaksanaan dan pelaporan penilaian yang
dilakukan juga oleh pendidik dan satuan pendidikan.
Hasil FGD menunjukkan bahwa banyak guru
yang menghadapi permasalahan dalam pembuatan laporan. Hambatannya terutama pada
penggunaan rentang nilai 1-4. Belum ada tabel konversi yang dibuat pada
Peraturan Pemerintahnya untuk mengkonversi rentang nilai 0-100 menjadi rentang
nilai1-4 pada penilaian pengetahuan dan keterampilan. Tanggapan lain dari
perubahan skala penilaian datang dari orang tua siswa. Banyak orangtua yang
kesulitan dalam membaca dan menerjemahkan nilai karena sudah terbiasa dengan
skala sebelumnya. Terdapat beberapa masalah yang terjadi terkait dengan
penulisan rapor. Saat mengisi rapor juga beberapa guru mengalami hambatan
mengenai pembuatan deskripsi penilaiandan penyatuan nilai tiap mata pelajaran. Kedua
hambatan tersebut dirasa sangat memberatkan guru karena mem-butuhkan waktu yang
relatif lama dan rumit (Hari Setiadi (2016; 173).
Dari hasil temuan yang didapatkan
ternyata pada tahap perencanaan masih banyak guru yang belum melaksanakan
proses peren-canaan sesuai dengan kaidah-kaidah yang seharusnya dilakukan.
Proses penilaian diawali dengan membuat kisi-kisi instrumen.
D. Kesimpulan
Kurikulum bukanlah
sesuatu yang tidak dapat diubah-ubah. Kurikulum adalah instrumen (alat) untuk
mencapai tujuan pendidikan. Sebagai alat, penggunaannya sangat tergantung pada
sumber daya manusia. Yang lebih penting lagi, tujuan universal pendidikan adalah
mewujudkan manusia seutuhnya yang meningkatkan harkat dan martabatnya.
Pendidikan bukan sekadar meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk
memenuhi kebutuhan tenaga-tenaga terampil untuk pembangunan fisik, tetapi lebih
kepada pembentukan sikap mental dan karakter yang menjadi fondasi bagi
kehidupan siswa di masa depan. Tantangan masa depan akan makin canggih,
kompleks, dan menuntut respons perubahan. Respons berupa perubahan kurikulum
merupakan langkah strategis yang dapat ditempuh pemerintah sebagai pengemban
amanat undang-undang.
Demi keberhasilan pelaksanaan
kurikulum 2013, hal mendasar yang perlu dilakukan oleh pemangku kepentingan di
bidang pendidikan, terutama di tingkat operasional adalah mempersiapkan diri
terhadap pemberlakuan kebijakan dengan sikap terbuka dan mengikuti akselerasi
yang diperlukan. Ketika kurikulum baru nanti diterapkan, para guru harus bisa mempersiapkan
diri dengan model operasional yang baru. Manajemen sekolah juga harus
menyiapkan berbagai perangkat dan sistem untuk itu. Dengan kata lain, sumber daya
manusia pengelola pendidikan harus mengikuti pelatihan, pembinaan, dan workshop
untuk kurikulum baru. Yang tidak kalah penting, pemerintah juga perlu
mensosialisasikan perubahan kurikulum itu secara sistematis dan terus menerus kepada
semua pemangku kepentingan sampai tingkat terbawah. Masyarakat juga memerlukan informasi
secara memadai terkait rencana diterapkannya kurikulum 2013.
DAFTAR PUSTAKA
BSNP,
2015. Laporan Pemantauan Standar
Penilaian Pendidikan. Jakarta:
Sekretariat Badan Standar Nasional
Pendidikan.
Eko
Sutarman, 2014. Implementasi Guru Sejarah
Dalam Menerapkan Kurikulum
2013 Di Kelas X Di SMA N 1 Rembang Tahun Ajaran
2014/2015. Indonesian
Journal
Of History Education,
Vol. 3, 36-46.
Fredik
A. Kande, 2008. Membedah Kekuatan Dan Kelemahan KTSP (Antara
Globalisasi Lokal Dan Ancaman Disintegrasi Bangsa). Jurnal
Manajemen
Pendidikan, No. 02,
79-89.
Hari Setiadi, 2016. Pelaksanaan Penilaian Pada Kurikulum 2013,
Jurnal Penelitian
dan Evaluasi Pendidikan, Vol. 20,
166-178.
Kadir
Abdul, 2001. Mencari Pijakan Awal Sistem
Pendidikan Mengawali Otonomi
Daerah.
Rusliansyah Anwar, 2014. Hal-Hal Yang Mendasari Penerapan Kurikulum 2013.
Jurnal Humaniora, Vol. 5,
97-106.
Slamet
P. H, 2005. Handout Kapita Selekta
Desentralisasi Pendidikan di Indonesia.
Jakarta:
Depdiknas RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar