Pengertian Peritonitis
PENDAHULUAN
Peritonitis merupakan peradangan yang terjadi di rongga peritoneum.
Rongga peritoneum dibatasi oleh peritoneum viseral yang melekat pada
organ-organ viseral dan peritoneum parietal yang merupakan bagian dalam dinding
abdomen. Permukaan peritoneum adalah membran semipermeabel yang berperan dalam
pertukaran cairan ekstraseluler. (1)
Normalnya rongga peritoneum adalah steril walaupun terdapat flora normal
didalamnya, tetapi dapat terjadi peritonitis bila mekanisme pertahanannya
terkontaminasi secara terus-menerus oleh bakteri dalam jumlah banyak.
(1,2,4)
Dalam disiplin ilmu bedah ada tiga kelompok penyakit atau kelainan yang
termasuk ke dalam akut abdomen, yaitu :
1.
Perdarahan dalam rongga perut
2.
Penyumbatan saluran cerna
3.
Peradangan dalam rongga perut
4.
Perforasi
Peritonitis termasuk akut
abdomen, dari namanya diketahui bahwa keadaan ini gawat sehingga memerlukan
penanganan yang cepat dan tepat . (2,3,4)
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Peritoneum adalah membran serosa
rangkap yang terbesar di dalam tubuh.
Dimana luas permukaan peritoneum pada orang dewasa ± 1.75 – 2.00 m2.
Peritoneum terdiri dari dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal yang
melapisi dinding rongga abdomen dan berhubungan dengan fascia muscular. Peritoneum visceral menutupi usus dan
mesenterium.. Ruang yang biasa
terdapat di antara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki - laki, kantong
peritoneum berupa kantong tertutup, sedangkan pada perempuan, saluran tuba
(tuba falofii) membuka masuk ke dalam rongga
peritoneum. Pasokan darah untuk peritoneum datang dari struktur di bawahnya.
Persarafannya lebih spesifik. Peritoneum visceral relatif tidak sensitif, hanya berespon terhadap
traksi atau regangan. Peritoneum
parietal mempunyai komponen somatik dan visceral dan memungkinkan
lokalisasi stimulus yang berbahaya yang menimbulkan defans muskular dan nyeri lepas. Banyak lipatan atau
kantong terdapat di dalam peritoneum. Sebuah lipatan besar atau omentum
mayor yang kaya akan lemak bergantungan di sebelah depan lambung. (5)
Omentum minor berjalan dari porta
hepatis setelah menyelaputi hati ke bawah, ke kurvatura minor lambung dan di
sini bercabang untuk menyelaputi lambung.
Kolon juga terbungkus oleh peritoneum ini. Dan peritoneum ini kemudian berjalan ke atas dan berbelok ke belakang
sebagai meso - kolon ke arah dinding posterior abdomen. Sebagian dari
peritoneum ini membentuk mesenterium usus
halus.
Peritoneum berfungsi untuk menutupi sebagian besar organ - organ abdomen
dan pelvis, membentuk perbatasan halus antara organ-organ tersebut. Organ - organ
digabungkan bersama dan menjaga kedudukan mereka tetap, dan mempertahankan hubungan
perbandingan organ - organ terhadap dinding
posterior abdomen. Sejumlah besar
kelenjar limfe dan pembuluh darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap
infeksi. (5.6)
DEFINISI
Peritonitis
adalah peradangan dinding kavum abdomen atau peritoneum. (1.2.4.5.6.7.8.9.10)
ETIOLOGI
Secara umum peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus,
kandung empedu, appendiks, buli-buli dan pankreas. Sebenarnya peritoneum sangat
kebal terhadap infeksi, jika pemaparan tidak berlangsung terus-menerus, tidak
akan terjadi peritonitis dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan jika
diobati.
2. Luka tusuk karena bakteri dari pisau atau benda tajam yang masuk ke
rongga abdomen.
3. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa terkumpul di
perut (asites) dan mengalami infeksi.
4. Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang
ditempatkan di dalam perut.
5. Iritasi
tanpa infeksi
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis
akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat
menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
6.
Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin disebabkan oleh beberapa
jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonorrhoe dan infeksi chlamidia).
(7.8)
PATOFISIOLOGI
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Respon umum terhadap kehilangan cairan intravaskular ini digariskan dalam gambar l. Jika defisit cairan tidak dikoreksi
secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator seperti interleukin,
dapat memulai kaskade respons
hiperinflamatoris, sehingga membawa perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal,
produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Terjebaknya cairan di dalam cavum peritonealis dan lumen, lebih lanjut
meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat
usaha pernafasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi
splanik. (6.8.9)
Gejala sisa
metabolik mencakup katabolisme otot untuk menyediakan asam amino skeleton untuk sintesis energi dan protein fase akut.
Cadangan glikogen hati dengan cepat berkurang secara
dini dalam perjalanan peritonitis, dan terjadi
resistensi insulin relatif. Bahkan dengan pemberian protein dan kalori dari luar (eksogen), lingkungan hormonal dapat
mencegah penggunaan penuhnya untuk mendukung hospes. (6.8.9)
KLASIFIKASI
A.
Peritonitis Primer
Peritonitis yang disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari darah dan limfe ke peritoneum.
Pembagian peritonitis berdasarkan kuman penyebab:
- Peritonitis Streptococcus
Penyebabnya adalah Streptococcus
ß haemolitikus, penderita terbanyak berusia ± 4 tahun akibat infeksi
saluran pernafasan, seperti tonsilitis atau faringitis.
- Peritonitis pneumococcus
Penyebabnya adalah pneumococcus,
penderita terbanyak adalah anak perempuan berusia 3-10 tahun, akibat vaginitis
dan salphingitis. Selain itu dapat disebabkan oleh pneumonia
dan infeksi telinga tengah.
- Peritonitis gonococcus
Sering terjadi pada wanita dewasa
karena salphingitis.
- Peritonitis tuberculosis
Penyebabnya adalah Mycobacterium
tuberculosa dan dapat terjadi pada semua golongan umur.
B.
Peritonitis Sekunder
Peritonitis yang disebabkan oleh
masuknya bakteri atau enzim ke peritoneum, biasanya :
- Infeksi
peritoneum akut bisa disebabkan oleh perforasi gastrointestinal atau nekrosis
pankreas.
- Sering
disebabkan oleh organisme aerob dan anaerob. Organisme yang paling sering
adalah E. coli dan Bacteroides fragilis.
- Pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneum pada :
1) Kateter Ventrikulo -
Peritoneal yang dipasang pada pengobatan hidrosefalus
2) Kateter Peritoneo - Jugular untuk mengurangi asites
3)
Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis. (8.9)
TANDA DAN
GEJALA KLINIK
Gambaran
klinis bervariasi sesuai dengan jenis dan luasnya agen penyebab, kondisi umum penderita dan respon tubuh penderita
terhadap inflamasi dan infeksi.
1. Nyeri abdomen, nyeri abdominal akut merupakan
gejala khas, nyeri ini terjadi tiba-tiba, hebat, dapat terlokalisir ataupun
difus
- Muntah, pada awalnya merupakan refleks visceral. Muntah kemudian menetap sebagai tanda peritonitis dan ileus.
3. Peningkatan denyut nadi, temperatur, dan
frekuensi pernafasan.
- Iritasi diafragma sehingga pernafasan menjadi cepat dan dangkal.
- Nyeri tekan abdomen dan spasme otot. Nyeri lepas mungkin ditandai dengan tidak adanya nyeri tekan.
- Bising. usus menghilang dan ini merupakan tanda yang paling penting dari peritonitis.
7. Distensi abdomen dalam berbagai tingkatan.
Tes Laboratorium
1. Leukositosis, hematokrit yang meningkat (hemokonsentrasi) dan
metabolik asdosis, pada peritonistis yang tidak di terapi, dapat terjadi
kegagalan-kegagalan ; pernapasan, hepatik dan renal
2. Gambaran radiologik menunjukkan adanya distensi abdomen yang difus dari ileus paralitik. Lingkaran batas cairan
dan gas tersebar pada Gambaran usus halus dan usus besar, berdilatasi, udara
bebas dapat terlihat pada kasus – kasus perforasi. (3.7.9
DIAGNOSA
Diagnosa peritonitis akut, baik yang disebabkan oleh bakterial maupun kimiawi, secara umum ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesa
Penderita
akan mengeluhkan adanya :
1. Nyeri abdominal akut yang terjadi
secara tiba - tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misalnya perforasi
usus), nyeri akan menyebar ke seluruh
abdomen. Pada keadaan lain, misalnya
apendisitis, nyeri mula - mula dikarenakan penyebab utamanya, kemudian
menyebar secara gradual dari fokus infeksi dan bila pertahanan tubuh cukup, maka
peritonitis tidak akan berlanjut menjadi peritonitis umum.
2. Nausea dan vomitus biasanya terjadi.
- Kolaps yang tiba - tiba dapat terjadi pada awal peritonitis kimiawi.
2. Pemeriksaan fisik
Abdomen :
Inspeksi : Simetris, distensi (+)
Palpasi: :
Rigiditas pada seluruh lapangan perut (+), nyeri
tekan pada seluruh lapangan perut (+),
nyeri lepas pada seluruh lapangan
perut (+)
Perkusi : Hipertimpani, pekak hati menurun / tidak
ada
Auskultasi : Peristaltik usus menurun / tidak ada
RT (Rectal Toucher)
Perineum : Normal
Sfingter ani
: Longgar
Mukosa : Licin, nyeri pada seluruh lapangan
Ampula recti : Kosong
HS : Feses (-), darah (-), Lendir (-).(4.7.9)
THERAPI
Terapi pada peritonitis
primer adalah dengan pemberian antibiotika bila diagnosa telah ditegakkan.
Sedangkan untuk peritonitis sekunder, terapi bergantung pada penyakit dasarnya memerlukan
tindakan bedah. (4.5.8.9)
Langkah - langkah penatalaksanaan
peritonitis :
1. Mengistirahatkan
traktus gastrointestinal dengan puasa
dan pemasangan selang nasogastrik yang bertujuan untuk pengontrolan dekompresi terhadap distensi usus akibat ileus
paralitik.
2. Atasi syok dan koreksi cairan dan elektrolit.
Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah penting.
Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme
pertahanan. Defisit kalium bertanggung jawab terhadap inhibisi ileus
setelah peritonitis sembuh. Pengeluaran urin
dan tekanan pengisian jantung harus dipantau.
3. Antibiotika berspektrum luas diberikan secara empirik dan kemudian diubah jenisnya setelah hasil pembiakan
laboratorik keluar. Pilihan antibiotika
didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika ini
merupakan tambahan bagi drainase bedah, walaupun
drainase sendiri tidak mutlak harus
dilakukan. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan karena
bakteremia akan berkembang selama operasi.
4. Oksigen dan dukungan ventilasi. Sepsis yang sedang berlangsung membawa
ke hipoksemia yang disebabkan oleh pintas dan splinting dinding dada. Penghantaran oksigen yang cukup adalah penting.
5. Obat - obat yang menstimulasi aktivitas usus tidak boleh diberikan.
6. Penyakit yang berhubungan dan akibat umum
peritonitis harus diobati
7. Pembedahan
a. Koreksi penyakit dasar.
Hal ini menjadi peraturan penatalaksanaan
peritonitis yang fundamental. Penyingkiran atau penutupan sumber kontaminasi peritoneal harus
dilakukan segera. Segala usaha harus
dilakukan untuk membuang semaksimal mungkin benda asing dan material -
material infeksius.
b. Cairan peritoneal diaspirasi dan dibilas
dengan larutan salin. Pembilasan
dengan antibiotika dan antiseptika masih diperdebatkan
sampai sekarang.
c. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan karena
pipa itu dengan segera ( dalam waktu hanya beberapa jam) menjadi terisolasi
atau terpisah dari ruangan yang dimaksudkan semula, mempengaruhi pertahanan peritoneum dan dapat mengganggu organ dalam. Indikasi
drainase adalah : (2.6.8)
• Pengumpulan pus yang
terlokalisir.
• Suatu daerah dari jaringan
mati yang tidak dapat
dibuang.
• Penutupan organ berongga
yang tidak aman.
• Kebocoran cairan tubuh seperti empedu, cairan pankreas, urin,
cairan usus, darah yang tidak dapat dihentikan
dengan operasi.
• Kontaminasi retroperitoneal dengan faeces, pus, dan darah.
8. Perawatan pasca bedah harus sangat seksama pada penderita yang keadaannya gawat. Antibiotika harus diberikan dan bila perlu
diganti. Ahli
bedah harus waspada terhadap pembentukan abses. Posisi setengah duduk (semi - Fowler) dapat mengumpulkan pus yang terbentuk
pada rongga pelvik, tetapi kegunaan posisi ini tidak sebesar yang dibayangkan.
KOMPLIKASI
- Hipovolemia pada penderita peritonitis kimiawi.
- Sepsis pada penderita peritonitis bakterial.
- Kegagalan organ - organ tubuh (pulmoner, kardial, hepatik, renal), mendahului kematian beberapa hari sebelumnya.
- Abses abdominal dan perlengketan yang dapat menyebabkan obstruksi abdominal di kemudian hari. (7.8)
PROGNOSA
Prognosa peritonitis tergantung kepada usia penderita, penyakit yang berhubungan, penyebab peritonitis, serta daya
guna dan kesigapan tindakan bedah itu sendiri. (9)
DAFTAR
RUJUKAN
1. Schwartz, Seymour I, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, EGC,
Jakarta, 2000
2. Schrock, Theodore R, Ilmu Bedah (Handbook Of SurgerY), EGC, Jakarta,
1991
3. The
Acute Abdomen Available at : http://www.acutabdomen.htm
4. Gius,
Jhon, Armes, Fundamentals of General Surgery, Year Book of Medical Publisher,
Chicago, 1992
5. Dudley
HAF, Sepsis intraperitonium:-peritonitis dan abses-abses abdomen, in Hamilton
Bailey Ilmu bedah gawat darurat, Gadjah Mada University press, Bulaksumur
Yogyakarta 1992: 339, 360-366
6.
Blaisdell FW, Clark OH, Deatsch WW, At all, Peritonitis dan massa Abdomen, in
Ilmu Bedah, EGC, Jakarta !983: 234-235
7.
Trunkey DD, Crass RA, Peritoneal Disorders, Mills J, HO MT, Salber PR, Trunkey
DD, eds, Lange Medical publications/Los Altos, California 1983: 129-130
8.
Schwartz SI, peritonitis dan Abses intra abdomen, in Intisari Prinsip-Prinsip
Ilmu Bedah, Shires GTS, Spencer FC, Husser WC, Eds, EGC Jakarta 2000: 489-493.
9. Lee
JA, Peritonitis, last update Juli 2006, Available from URL : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/0006487.htm
10. Peritonitis, last update 2004 available from URL: http://www.medicastore.com/arsip.html