Sabtu, 07 Oktober 2017

Kolonialisasi Palestina




Menurut Sami Hadawi dan Bitter Harvest (Delmar, N. Y: the Caravan Books, 1979), pada tahun 1917 M, terdapat 56.000 orang Yahudi di Palestina dan 644.000 orang Arab Palestina. Pada tahun 1922 M, terdapat 83.794 orang Yahudi dan 663.000 orang Arab Palestina. Pada tahun 1931, terdapat 174.616 orang Yahudi dan 7500.000 orang Arab Palestina.
Kerjasama dengan Kolonialis Inggris
Berkat tempaan persekutuan diam-diam dengan Inggirs, kaum Zionis mendapat dukungan atas perebutan terhadap tanah Palestina. Proses ini diceritakan oleh seorang penyair dan analisis Marxist Palestina, Ghassan Kanafani :
“selain fakta bahwa bagian terbesar modal milik Yahudi dialokasikan ke wilayah pedesaan dan kehadiran kekuatan militer Inggris dan tekanan luar biasa yang dilakukan oleh mesin-mesin administrasinya, yang cenderung mendukung kaum Zionis, kaum Zionis hanya menerima hasil minimum sehubungan dengan pendudukan lahan tersebut. Meski demikian, mereka merusak status kepemilikan populasi pedesaan Arab. Kepemilikan kelompok, kelompok Yahudi atas tanah kota dan pedesaan meningkat dari 300.000 dunum (67.000 akre) pada tahun 1929 M hingga 1.250.000 dunum (280.000 akre) pada tahun 1930 M. Dalam hal ini, pembelian tanah merupakan hal yang tidak signifikan jika dipandang dari sudut pandang kolonisasi massal dan pendirian pemukiman Yahudi. Namun, pengambil-alihan satu juta dunum hampir sepertiga tanah pertanian yang berakibat pada pemiskinan para petani dan orang-orang Badui Arab”.
Ghassan Kanafani dalam Revolt in Palestine mengatakan, pada tahun 1931 M, 20.000 keluarga petani diusir oleh kaum Zionis. Lebih jauh, petani di negara-negara berkembang dan dunia Arab khususnya, bukanlah soal produksi, namun setara dengan gaya hidup secara sosial, religius dan ritual. Dengan demikian, selain kehilangan tanah, masyarakat Arab pedesaan sedang dibinasakan oleh proses kolonisasi.
Imperialisme Inggris telah menyebabkan terjadinya destabilisasi ekonomi atas perekonomian pribumi Palestina. Pemerintahan Mandat memberi privilese untuk modal Yahudi yang menghadiahkan 90% konsesi di palestina kepada mereka. Hal ini memungkinkan kaum Zionis menguasai infrastruktur ekonomi (proyek jalan, mineral laut Mati, listrik, pelabuhan dll). Menjelang tahun 1935 M, kaum Zionis mengontrol 872 perusahaan dari 1212 perusahaan di Palestina. Impor barang-barang produk kaum Zionis dibebaskan dari pajak. Undang-undang tenaga kerja yang diskriminatif yang diberlakukan pada kaum pekerja Arab menyebabkan angka pengangguran dan tingkat kehidupan dibawah standar bagi orang-orang yang tidak dapat menemukan pekerjaan.
Pemberontakan tahun 1936 M
Kehilangan tanah dan penindasan mempertinggi kesadaran orang-orang Palestina atas nasib yang menimpa mereka, dan menyebabkan terjadinya pemberontakan hebat yang berlangsung dari 1936 hingga tahun 1929 M. Pemberontakan tersebut mengambil bentuk pembangkangan sipil dan kerusuhan bersenjata. Para petani meninggalkan desa-desa mereka untuk bergabung dengan unit-unit perjuangan yang didirikan di kawasan pegunungan. Nasionalis Arab dari Suriah dan Yordania segera bergabung dalam unit-unit tersebut.
Pada tanggal 7 Mei 1936 M, diambil keputusan untuk tidak membayar pajak dalam suatu konferensi yang dihadiri oleh 150 delegasi yang mewakili seluruh populasi dan suatu pemogokan umum melanda Palestina. Inggris memberi  reaksi cepat dan kasar. Hukum darurat perang diumumkan 30 Juli 1936 M, kira-kira lima bulan setelah pemberontakan dan penindasan tersebar luas tak terkendali.  Seseorang yang dicurigai mengorganisasi atau bersimpati terhadap pemogokan tersebut akan ditangkap. Rumah-rumah diledakan di seluruh Palestina. Pada 18 Juni 1936 M, sebagian besar kota Jaffa dibumihanguskan oleh Inggris. Menyebabkan 6000 orang lebih menjadi tuna wisma. Rumah-rumah yang berada di sekitar tempat tersebut juga dihancurkan. Inggris mengirim sejumlah besar pasukan (sekitar 2000 personil) ke Palestina untuk memadamkan pemberontakan. Pada akhir tahun 1937 M dan awal tahun 1938 M, militer Inggris kehilangan kendali atas pemberontakan bersenjata rakyat.
Kaum Zionis sebagai Penegak Ketertiban
Dalam posisi inilah Inggris mulai mengandalkan kaum Zionis, yang memberi Inggris sumber daya unik yang tidak pernah mereka dapatkan di wilayah koloni lainnya; kekuatan lokal yang menjadi kekuatan kolonialisme Inggris dan mudah digerakkan untuk menekan penduduk pribumi. Jika sebelum masa tersebut kaum Zionis tetap menangani banyak tugas balas dendam terhadap penduduk pribumi, kali ini mereka memainkan satu peran lebih besar dalam penindasan yang meliputi penangkapan, pembantaian, dan eksekusi massal. Pada tahun 1938 M, 5000 orang Palestina ditahan, 2000 orang diantaranya dihukum untuk penjara; 148 orang dieksekusi gantung dan lebih dari 5000 rumah dirobohkan. Militer Zionis terintegrasi dengan intelijen Inggris dan menjadi polisi dari pemeritahan draconian Inggris. Suatu “kekuatan kuasi-polisi” dibentuk guna melindungi kehadiran para kaum Zionis bersenjata yang didukung oleh Inggris. Terdapat 2863 orang calon untuk kekuatan kuasi polisi ini, 12000 orang terorganisasi dalah Haganah dan 3000 orang dalam Organisasi Militer Nasional Jaboitynsky (Irgun). Pada musim panas 1937 M, kekuatan kuasi polisi dinamakan “Pertahanan Koloni-Koloni Yahudi” dan selanjutnya “Polisi Koloni” (Ghassan Kanafani).
Ben Gurion, menyebut kekuatan kuasi polisi sebagai suatu “kerangka kerja” ideal untuk pelatihan terhadap Haganah. Charles Orde Wingate, perwira Inggris yang berwenang, pada dasarnya adalah pendiri dari angkatan perang Israel. Ia melatih figur-figur seperti Moshe Dayan dalam terorisme dan pembantaian. Menjelang tahun 1939 M, kekuatan kaum Zionis yang bekerja sama dengan Inggris meningkat hingga 14411 orang yang terorganisasi dengan baik dalam sepuluh kelompok bersenjata. Polisi Koloni dipimpin oleh perwira Inggris, dengan seorang pejabat agen Yahudi sebagai pemegang komando kedua. Menjelang musim semi tahun 1939 M, kekuatan kaum Zionis mencapai 63 unit, masing-masing terdiri atas 8 sampai 10 orang laki-laki.
Laporan Peel
Suatu komisi pengawas kerajaan didirikan tahun 1937 M, dibawah arahan Lord Peel untuk mencari tahu penyebab pemberontakan tahun 1936 M. Komisi pengawas Peel tersebut menyimpulkan bahwa faktor utama penyebab pemberontakan adalah keinginan Palestina untuk merdeka dan kekuatan Palestina menyangkut penetapan suatu koloni kaum Zionis di atas tanah atau negeri mereka.
Laporan Peel menganalisis serangkaian faktor lain :
  1. Penyebaran spirit nasionalisme Arab di luar Palestina.
  2. Imigrasi Yahudi yang meningkat setelah 1933 M.
  3. Kemampuan kaum Zionis dalam mendominasi pendapat umum (opini publik) di Inggris karena dukungan diam-diam dari pemerintah Inggris.
  4. Ketidakpercayaan Arab terhadap niat baik pemerintah Inggris.
  5. Ketakutan orang-orang Palestina atas pembelian tanah oleh orang-orang Yahudi karena tak adanya tuan tanah yang menjual tanah dan terusirnya petani Palestina yang menggarap tanah-tanah tersebut.
  6. Pengelakan pemerintah Mandat terhadap hal-hal yang berkaitan kedaulatan Palestina.
Menurut Ghassan Kanafani, gerakan nasional terdiri atas kaum borjuis urban, tuan tanah, pemimpin religius dan para wakil petani dan pekera.
Tuntutan gerakan nasional tersebut adalah :
  1. Penghentian segera imigrasi kaum Zionis.
  2. Penghentian dan larangan perpindahan kepemilikan tanah Arab pada penduduk baru kaum Zionis.
  3. Pendirian suatu pemerintahan demokratis yang didalamnya orang-orang Palestina yang memiliki suara.
Analisis Atas Pemberontakan
Ghassan Kanafani memberi penjelasan mengenai pemberontakan tersebut :
“penyebab riil pemberontkan adalah fakta bahwa konflik akut dalam transformasi masyarakat Palestina dari suatu masyarakat Yahudi (Barat) borjuis industrial, telah mencapai tingkat tertinggi. Proses pengakaran kolonialisme dan proses tranformasi dari mandat Inggris menjadi pemukiman kolonial Zionis mencapai klimaksnya pada pertengahan tahun 1930-an dan faktanya kepemimpinan Palestina berkewajiban mengadopsi bentuk tertentu karena tidak mampu lagi untuk menjalankan kepemimpinan di saat konlifk telah memuncak”.
Kegagalan para mufti dan pemimpin religius lain, para pemilik tanah dan kaum borjuis, mendukung para pekerja dan petani menyebabkan rezim kolonial dan kaum Zionis mampu menghancurkan pemberontakan setelah 3 tahun perjuangan yang gagah berani. Dalam hal ini, Inggris terbantu oleh penghianatan rezim Arab tradisional, yang bergantung pada dukungan kolonial mereka.
Perjuangan nasional Palestina telah berlangsung sejak tahun 1918 M dan dibarengi dengan perlawanan bersenjata. Perjuangan ini juga meliputi pembangkangan sipil, mogok massal, boikot pajak, penolakan untuk membawa KTP, aksi-aksi boikot lain dan demonstrasi.

 “Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi (Yahudi Zionis) dan Nasrani (Inggris) sebagai teman setiamu; mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa diantara kamu (muslim) menjadikan mereka teman setia (mitra bisnis, koalisi militer dll ), maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim (orang yang berkoalisi dengan gerakan Zionis)”
Al-Maidah ayat 51

Sumber :
Ralph Schoenman, 2013. Dibalik Sejarah Zionisme (terjemahan Joko S. Kahar). Mata Padi Pressindo: Yogyakarta.
Gambar by okezone.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KERAJAAN MARITIM HINDU-BUDHA DI INDONESIA (HABIS)

6. Kerajaan Kediri Kerajaan Kadiri atau Kediri atau Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222....